Manokwari, Beritago.com — Sidang kode etik terhadap Reinhard Bonapasogit Simanjuntak, ASN pada Dinas PUPR Papua Barat, membuka fakta mengejutkan: permohonan pengunduran dirinya yang diajukan pada Maret 2019 tak kunjung diproses selama enam tahun. Kasus administrasi yang seharusnya sederhana itu kini justru berubah menjadi perkara etik yang menyeret pejabat kepegawaian.

Dalam sidang yang digelar Senin (1/12/25), Simanjuntak menegaskan bahwa ia mengajukan pengunduran diri atas permintaan sendiri, bukan permintaan pensiun dini. Namun Dinas PUPR saat itu menganggap permohonannya tidak dapat diproses karena tidak memenuhi syarat pensiun dini, sebuah kekeliruan yang kemudian memicu berlarut-larutnya masalah hingga ia memutuskan berhenti hadir sebagai ASN sejak pengajuannya diajukan.
Kesalahan administrasi ini membuat sidang kode etik harus digelar, sesuatu yang dinilai tak perlu terjadi apabila proses kepegawaian berjalan cermat sejak awal.
Inspektur Papua Barat yang juga selalu Ketua Sidang Kode etik Dr. Erwin P.H. Saragih S.H., M.H, bersama Kepala BKD Papua Barat Herman Sayori S.H., memanggil saksi dari Dinas PUPR serta Tim Pemeriksa Inspektorat untuk memberikan keterangan. Usai mendengar uraian saksi, Saragih memberikan teguran keras.

Saragih menilai kelalaian Kasubag Kepegawaian Dinas PUPR sebagai faktor utama yang merugikan Simanjuntak. Ia menekankan bahwa pejabat kepegawaian seharusnya proaktif dan memahami perbedaan antara permohonan pengunduran diri dan permohonan pensiun dini.
“Jika dalam sidang ini majelis memutuskan tertuntut harus diberhentikan, maka kasubag kepegawaian juga seharusnya diberhentikan. Bahkan pimpinan perangkat daerah pun berpotensi dimintai pertanggungjawaban karena telah memperlambat proses pengunduran diri sejak 2019 hingga kini,” tegas Saragih dalam ruang sidang yang berlangsung tegang.
Sidang yang menghadirkan saksi dari Dinas PUPR dan Tim Pemeriksa Khusus Inspektorat akhirnya ditutup dengan kesimpulan bahwa diperlukan waktu tambahan untuk mempertimbangkan putusan.
Majelis memutuskan menunda sidang putusan hingga Senin (8/12) mendatang. Agenda berikutnya akan menentukan apakah Simanjuntak akan dijatuhi hukuman etik atau memperoleh keadilan dari proses yang selama bertahun-tahun tak menentu.
Belajar dari kasus ini menjadi pengingat keras bahwa kelalaian administratif sekecil apa pun bisa menimbulkan dampak besar terhadap kehidupan pegawai serta mencoreng tata kelola pemerintahan.[ars]





Comment